Jumat, 04 Januari 2013

TAHLILAN & KENDURI

Di Nusantara yang mayoritas muslimnya menganut madzhab Syafi`i (Syafi`iyyah), tradisi “Tahlilan dan Kenduri” sudah dilakukan sejak zaman dahulu, amalan ini di prakarsai oleh para ulama seperti walisongo dan para da’i penyebar Islam lainnya. Tahlilan dan Kenduri sebagai warisan para ulama, memiliki dasar dalam syariat Islam, bahkan kalau ditelusuri dan dikaji lebih dalam, satu persatu amalan-amalan yang terdapat dalam tahlilan, tidak ada yang bertentangan dengan hukum Islam.

Firman Allah swt dalam surat Nuh ayat 28:
رب اغفرلى ولوالدي ولمن دخل بيتي مؤمنا وللمؤمنين والمؤمنات
“Ya Tuhanku..! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan…”.

TAHLILAN DAN KENDURI
Tahlilan menurut bahasa berasal dari fi’il madzi “Hallalla-Yuhallilu-Tahlilan”, yang bermakna : membaca kalimat Laa Ilaaha Ilaallah.

Tahlilan adalah amalan dzikir dan munajat kepada Allah swt, yang didalamnya berisi pembacaan ayat-ayat Al-Qur`an, kalimah tahlil, tahmid, takbir, tasbih dan shalawat, serta do’a-do`a lainnya, yang diperuntukkan untuk orang-orang yang telah meninggal dunia. Semua itu merupakan amaliyah yang tidak bertentangan sedikitpun dengan syariat Islam bahkan dianjurkan. Dengan latar belakang inilah, kemudian amalan ini di namakan tahlilan, karena di dalamnya banyak dibaca kalimat thayyibah (tahlil). Sebagaimana penamaan shalat tasbih, karena didalamnya terdapat banyak sekali bacaan tasbih (300 kali).

Sedangkan kenduri adalah sedekah makanan dalam “Tahlilan”, yang pahalanya di tujukan untuk orang yang meninggal dunia (mayit). Biasanya dilakukan selama 7 hari, hari ke 40, hari ke 100, haul (setahun meninggalnya) dan hari ke 1000.
Adapun istilah 7 hari dalam kenduri itu berdasarkan hadist riwayat Imam Thawus tercantum di dalam kitab Al Hawi Juz II hal 178 :
“Seorang yang mati akan beroleh ujian dari Allah dalam kuburnya selama 7 hari. Untuk itu, sebaiknya mereka (yang masih hidup) mengadakan jamuan makan (sedekah) untuknya selama hari-hari tersebut”

Sahabat Ubaid ibn Umair berkata: “Orang mukmin dan orang munafiq sama-sama akan mengalami ujian dalam kubur. Bagi orang mukmin akan memperoleh ujian selam 7 hari, sedang orang munafiq selama 40 hari”.
Hadits tersebut termasuk dalam kategori hadist shahih menurut penilaian tiga Imam (Maliki, Hanafi dan Hambali) yang telah dijadikan hujjah mutlak dan sudah di amalkan semenjak zaman para Sahabat hingga para Tabi’in.

Adalah asumsi yang keliru jika dikatakan bahwa peringatan 7 hari kematian dalam Kenduri semata-mata murni di ambil dari budaya hindu. Memang mirip, namun tidaklah sama!!!.

Sedangkan penentuan 40 hari, 100 hari, haul (setahun), 1000 hari dan seterusnya… itu juga merupakan tradisi yang sama sekali tidak bertentangan dengan syari’at, karena sesungguhnya sedekah makanan dan membaca dzikir itu sunah di lakukan kapan saja.
Bahkan di Makkah dan Madinah tradisi kenduri 7 hari sudah ada sejak dahulu kala, sebagaimana kesaksian Syaikh Muhammad Nur Bugis (Beliau ini murid dari ulama-ulama besar di Makkah ), di dalam kitab “Kasyful Astaar” (kitab yang khusus membahas kegiatan tahlilan dan kenduri), dengan menuqil perkataan Imam As-Suyuthi :
“Sungguh khabar tentang kenduri selama 7 hari telah sampai kepadaku dan aku menyaksikan sendiri bahwa tradisi ini telah berlaku di Makkah dan Madinah berkelanjutan hingga aku kembali ke Indonesia (tahun 1947 M -1958 M). Faktanya amalan itu memang tidak pernah di tinggalkan sejak zaman sahabat nabi hingga sekarang, dan mereka menerimanya dari salafush shaleh sampai masa awal Islam. Ini saya nukil dari perkataan Imam al-Hafidz as-Suyuthi”.

Al-Imam al-Hafidz As-Suyuthi sendiri berkata :
“Di syariatkan memberi makan (shadaqah) karena ada kemungkinan orang yang mati memiliki dosa yang memerlukan sebuah penghapusan dengan shadaqah dan lainnya, maka jadikanlah shadaqah itu sebagai bantuan untuk meringankan dosa agar dimudahkan menjawab pertanyaan, kebengisan dan gertakan malaikat munkar-nakir di dalam kubur”.

Tentang perjamuan makanan:
Memberikan penghormatan kepada para tamu yang berupa jamuan , itu juga merupakan kebajikan yang dianjurkan dalam Islam.

Sabda Rasulullah saw :
Dari Abi Hurairah, ia berkata, Rasulullah Saw bersabda :
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, maka janganlah menyakiti tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, hendaknya menghormati tamunya….” (HR Muslim).

Seorang tamu yang keperluannya hanya sekedar bersilaturrahmi atau ngobrol saja harus diterima dan dijamu dengan baik, apalagi tamu yang datang untuk mendoakan keluarga kita di akhirat, sudah sepantasnya lebih dihormati dan diperhatikan.
Hanya saja, kemampuan finansial tetap harus menjadi prioritas utama, sehingga tidak boleh memaksakan diri untuk memberikan jamuan yang berlebihan dalam acara tahlilan, apalagi sampai berhutang ke sana ke mari.
Dalam kondisi seperti ini, sebaiknya perjamuan itu diadakan secara sederhana atau ala kadarnya.

Sampainya do`a dan pahala amalan kepada orang yang meninggal dunia:
Diantara “dasar” yang dibuat pijakan tentang sampainya do`a dan pahala amalan yang di hadiahkan kepada orang yang sudah meninggal dunia (Mayit) adalah sebagai berikut :
1.Firman Allah dalam surat Muhammad ayat 19:
واستغفر لذنبك وللمؤمنين والمؤمنات
“…..dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan….”
(Ayat ini menunjukkan bahwa do’a atau permohonan ampun oleh orang yang hidup bermanfaat bagi orang yang telah meninggal dunia. Serta mengandung perintah untuk memohonkan ampunan dosa).

2.Hadist Nabi saw :
a.Dalam kitab Jami'us Shogir juz II, hal. 178, tercantum sebuah hadits shohih :
Dari Mu'aqqol ibn Yassar ra, Rasulullah saw bersabda :
“Barang siapa membaca surat yasin karena mengharap ridlo Allah, maka diampuni dosa- dosanya yang telah lalu. Untuk itu bacakanlah surat yasin untuk orang yang telah meninggal dunia diantara kalian”. (HR. Al-Baihaqi).

b.Dari Abdullah bin Abbas ra bahwa Sa`ad bin Ubadah ibunya meninggal dunia ketika ia tidak ada ditempat, lalu ia datang kepada Nabi saw untuk bertanya:
” Wahai Rasulullah SAW sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia sedang saya tidak ada di tempat, apakah jika saya bersedekah untuknya bermanfaat baginya ?
Beliau menjawab: Ya.
Saad berkata: Saksikanlah bahwa kebunku yang banyak buahnya itu aku sedekahkan untuknya” (HR Bukhari).

c.Dari Auf bin Malik ra, ia berkata :
Saya telah mendengar Rasulullah saw, setelah shalat jenazah bersabda:
” Ya Allah ampunilah dosanya, sayangilah dia, maafkanlah dia, sehatkanlah dia,
muliakanlah tempat tinggalnya, luaskanlah kuburannya, mandikanlah dia dengan air es dan air embun, bersihkanlah dari segala kesalahan sebagaimana kain putih bersih dari kotoran, gantikanlah untuknya tempat tinggal yang lebih baik dari tempat tinggalnya,keluarga yang lebih baik dari keluarganya, pasangan yang lebih baik dari pasangannya dan peliharalah dia dari siksa kubur dan siksa neraka” (HR Muslim).

d.Imam an-Nawawi (Ulama besar Madzhab As-Syafi`i) dalam al-Adzkar menyebutkan :
“Ulama telah ber-ijma’ (bersepakat ) bahwa do’a untuk orang yang telah meninggal dunia itu bermanfaat dan pahalanya sampai kepada mereka.

Para ulama berargumentasi dengan firman Allah dalam surat Al-Hasyr ayat 10:
والذين جائوا من بعدهم يقولون ربنااغفرلنا ولاخوانناالذين سبقونا بالايمان
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), berdoa : Ya Tuhan kami, berilah ampunan pada kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu daripada kami,..”,

Sementara itu dalam hadits-hadits yang masyhur Nabi Muhammad saw berdo’a :
“Ya Allah berikanlah ampunan kepada ahli pekuburan Baqi ”.
Beliau juga berdo’a :
“Ya Allah berikanlah Ampunan kepada yang masih hidup dan yang sudah meninggal diantara kami”,

Semoga bermanfaat, aamiin !
Wallahu A`lam
(mbah rien)


BAHTSU AL-MASAAIL
kirimkan pertanyaan anda via sms melalui : 081 216 376 212
Di asuh oleh : Ust.H.M. Ridwan Qoyyum

Pertanyaan :
1.Mbah… bagaimana hukumnya selamatan telonan dan tingkeban?
(Nur F. Ngadiluwih)

Jawab : Hukumnya sunah, selama tidak mengandung ritual-ritual yang bertentangan dengan syari’at. Karena pada dasarnya telonan dan tingkeban itu merupakan selamatan untuk mendoakan si jabang bayi dan ibu yang mengandungnya, agar di berikan kesehatan, keselamatan, keimanan, rezeki yang cukup, di jadikan anak yang sholih-sholihah..dsb.

Alloh swt berfirman dalam Al-Qur`an surat al-A’raaf : 189:
هوالذى خلقكم من نفس واحدة وجعل منها زوجهاليسكن اليها فلما تغشاها حملت حملا خفيفا فمرت به فلما اثقلت دعو االله ربهما لئن اتينا صالحا لنكونن منالشاكرين
“Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan darinya Dia menciptakan istrinya agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, istrinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami istri) memohon kepada Allah, Tuhannya, seraya berkata, “Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang sempurna, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur”.
Rosululloh saw bersabda : “Sesungguhnya proses kejadian manusia dalam perut ibunya itu berupa nuthfah selama 40 hari, kemudian berupa darah kempal selama 40 hari, dan berupa daging selama 40 hari, kemudian diutuslah malaikat untuk meniupkan ruh dan menulis 4 perkara yaitu : 1. Rizkinya 2. Umurnya 3. Amal-amalnya 4. Nasibnya (Bahagia atau celaka)”.
(HR. Bukhari, Muslim)
Pada saat ruh itu belum di tiupkan oleh malaikat, orang tuanya berikhtiar dengan do’a dan sedekah, agar di suratkan kebaikan-kebaikan untuk jabang bayi yang di kandungnya.
Selain itu shohibul hajat biasanya juga bersedekah makanan, di mana sedekah itu sendiri hukumnya sunah dan sangat di anjurkan dalam hajat-hajat penting agar lekas terkabulkan.

Tidak ada komentar: